bandingkan sama temen-temenku yang dengan gampangnya bisa langsung dapet informasi tentang budayanga di internet.....
dari situlah aku terinspirasi (ceiilahhh) untuk mencari informasi secara langsung....dibela2in mudik deh akhirnyaa. setelah mendapat rekomendasi dari ibu akhirnya aku disuruh ketemu sama tokoh desa tetangga, namanya pak Achmadi. aduuh sama sekali ga tau itu siapa...dengan berbekal nekat dan tekad akhirnya aku cari tau juga.
singkat cerita setelah ketemu sama si itu bapak aku langsung didongengi..hehee. seneng banget deh kalo di dongengi :D. informasi yang aku dapet ini orisinil banget, masih anget2 tahi ayam *ehh :D dari bapak achmadi tadi. semua aku tulis dengan diksiku sendiri, aku sangat berharap siapa saja yang mengkopi tulisan dibawah ini utuk tidak segan-segan disertakan juga link blog.ku :)...begini kira2 ceritanya :
Karangsambung merupakan salah satu kecamatan di bagian utara Kota Kebumen, Jawa Tengah, yang memiliki koleksi singkapan batuan berumur tertua di dunia dan telengkap di Asia Tenggara. Ada beberapa lokasi yang sering dijadikan bahan lokasi penelitian baik bagi para ilmuwan, mahasiswa maupun pelajar. Keberadaan singkapan-singkapan batuan itu tersebar merata pada wilayah tersebut. Dibalik nilai sejarah geologinya yang tinggi, lokasi singkapan batuan itu ternyata memiliki berbagai budaya yang tumbuh bersama dengan berjalannya kehidupan masyarakat disekitarnya. Dari beberapa titik persebaran batuan-batuan unik itu, terdapat salah satu lokasi singkapan batuan yang oleh masyarakat sekitarnya disebut dengan nama Watukelir. Penamaan watukelir itu ternyata mengandung makna dan sejarah tersendiri. Watukelir berasal dari dua kata yaitu “Watu” yang berarti batu dan “kelir” yang artinya layar pada pergelaran wayang. Berikut ini krang lebih kepercayaan masyarakat sekitar mengenai sejarah Watukelir.
Konon, pada jaman dahulu ada sebuah kerajaan. Kerajaan ini tidak bisa dijelaskan secara rinci karena kerajaan ini tidak seperti kerajaan lain pada umunya, yakni kerajaan mahluk halus. Kerajaan ini terdiri atas masyarakat mahluk halus dari berbagai jenis. Seperti layaknya mahluk halus yang lain, merekapun banyak melakukan aktivitas pada malam hari. Pada suatu malam jumat kliwon, bangsa mahluk halus itu mengadakan sebuah pergelaran wayang disebuah sungai yang bernama sungai muncar/ kali muncar. Pergelaran wayang itu dilakukan selama satu malam. Seperti layaknya pergelaran wayang yang dilakukan oleh manusia, merekapun menggunakan perangkat gamelan yang lengkap untuk mengiringi jalannya pergelaran wayang itu. Dari permainan gamelan itu maka mereka menghasilkan suara yang sangat ramai. Mereka sangat menikmati hajatan mereka itu hingga sampai lupa waktu dan tidak menyadari bahwa malam sudah sangat larut bahkan mendekati fajar.
Suara ayam mulai bersahutan, namun tidak dapat didengar oleh bangsa mahluk halus itu karena begitu kerasnya suara-suara gamelan yang mengiringi pertunjukkan tersebut. Mereka baru menyadari jika hari sudah mulai pagi saat seorang dari mereka melihat manusia yang hendak menuju sungai untuk mencuci beras. Jelas saja mereka sangat tekejut dan lari tunggang langgang karena tidak ingin sampai manusia mengetahui keberadaan mereka. Mereka semua panik dan berlarian kesana kemari sembari membawa peralatan gamelannya. Pada saat itulah banyak peralatan gamelan yang tertinggal. Benda-benda yang tertinggal di tepi sungai itu diantaranya kelir, yaitu layar yang digunakan untuk pertunjukkan wayang, gong, dan kenong. Menurut masyarakat setempat, benda-benda itu kemudian berubah menjadi batu.
Di lokasi tersebut memang saat ini terdapat sebuah batu berjenis batu sedimen yang berukuran sangat besar dan memenjang sejauh kurang lebih 100 meter. Batu ini berwana merah dengan tinggi sekitar 2 meter. Diatas “kelir” itu tersingkap sekumpulan batuan beku yang berdasarkan penelitian para ahli batu itu dulunya merupakan lava bantal, yang mengindikasikan bahwa daerah watukelir ini pada ratusan juta tahun yang lalu adalah sebuah dasar samudera dan terdapat gunung api laut didalamnya. Namun masyarakat sekitar menggambarkannya sebagai sebuah peralatan gamelan yang tertinggal tadi yaitu kenong dan gong. Karena memang dari segi morfologi sangat mirip. Itulah mengapa batu itu dinamakan watukelir.Konon, saat ini setiap malam jumat kliwon sering terdengar suara-suara gamelan sepeti ada yang sedang melakukan pertunjukkan wayang.
begitu kira2 kepercayaan masyarakat setempat...unik yaaaa :D, semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar